Kamis, 20 Juli 2017

Masa Massa: Cenanyang dan Pihak berwenang

Membuka beranda Facebook adalah hal yang lumrah saya lakukan tiap pertama membuka laptop di lokasi yang terkoneksi internet. Ada banyak hal lalu-lalang di beranda saya tapi yang menarik perhatian saya adalah sebuah video, dua buah lebih tepatnya. Video berdurasi di bawah 5 menit tersebut menampilkan Prabowo Subianto (Capres 2014­– red) yang menolak di wawancarai oleh seorang wartawan, dengan dalih bahwa atasan sang berwenang selalu melakukan framing berita atas dirinya sebagai pribadi yang memiliki banyak hal negatif dalam hidupnya dan tidak netralnya hasil berita atas dirinya. Hal tersebut menarik karena keduanya ia sampaikan di depan umum, melakukan public shaming atas organisasi yang terkadang  dan secara tidak langsung membangun opini yang bisa membentuk public shaming. Tidak hanya di Indonesia, Presiden baru Amerika, Donald Trump rupanya juga menolak wawancara dari seorang wartawan CNN dengan alasan yang sama tapi di sertai dengan kata-kata “perusahaanmu pencipta liputan palsu.”
Hal ini kembali kepada saya untuk berefleksi bahwa sepertinya pers sendiri sepertinya memiliki algoritme yang rumit atau mungkin pers sendiri harus beranggotakan para cenayang sakti dari abad ke-17 yang masih hidup sampai sekarang, Karena setiap cetakan atau mungkin huruf yang mereka ketik tak bisa di prediksi arahnya. impact setiap tulisan bisa saja berimbas biasa seperti kutil yang ada di punggung sampai mampu menciptakan drama nasional yang di mana memungkinkan setiap tanggal di kalender terjadi aksi. Setiap tulisan mampu menghantarkan Organisasi Pers menjadi semakin valid atau di tolak oleh beberapa politisi.
Banyaknya asumsi serta pemikiran waktu luang tersebut mengingatkanku pada satu tempat yang aku masih berada sampai sekarang, Pers Mahasiswa. Tempat di mana aku menemukan banyak ilmu baru serta (dengan harapan) waktu luang yang selalu terisi. Sebuah  fasilitas mahasiswa untuk unjuk taring, berkontribusi menggambarkan suatu hal yang baru serta memberikan jalan untuk jawaban. Memberikan sudut pandang Kritis terhadap Isu-isu yang beterbangan bebas. bak lampu, Isu kampus adalah laron, laron yang menghalangi cahaya lampu.
Kebebasan untuk mengabarkan akan selalu terjamin, tapi kabar akan sebuah kejelasan langsung dari yang berwenang tak akan bisa diharapkan, tugas Persma adalah mengupas serta memberikan secercah kejelasan, mentransformasikannya menjadi sebuah berita. Persma entah kenapa sekarang mulai rada trendi di kalangan Mahasiswa, entah, karena begah dengan dunianya atau ingin belajar. Kesadaran penuh akan apa yang akan terjadi karena di kabarkan oleh mahasiswa harus menjadi prioritas, akankah menjadi kontroversi atau hanya kepuasan hewani. Sehingga pemikiran baru yang muncul dari Persma adalah suatu hal yang dibutuhkan, karena pengabaran atau kritik dengan ruang lingkup kampus jarang di bahas lewat surat kabar mainstream.
Ada sebuah cerita dari nafas kapitalis mahasiswa yang cukup menarik. Nafas kapitalis mahasiswa  nyaris di cabut SK-nya oleh Dekanat karena mengkritik kondisi kampus. Sebuah situasi yang ter gambarkan dengan “ih, Orde Baru amat ah!” dan sekarang berdasarkan arsip yang saya baca di sekretariat BPMF Pijar, nafas kapitalis mahasiswa merubah haluan ke arah yang sedikit berbeda, si merah sekarang lebih cenderung membahas hal-hal seperti penggunaan Wireless Fidelity di lingkungan fakultas dan riset dengan tema pengeluaran anak fakultas mereka secara bulanan, lengkap dengan data uang mereka habis untuk apa. Mungkin kejadiannya sudah terjadi sebelum saya masuk kuliah tapi hal tersebut seakan menjadi sebuah trauma besar.
Memang awak yang banyak serta pengumuman prestasi awak mereka di akun ofisial bukanlah segalanya. Melihat gelagat dan geriknya di akun media sosial terkadang membuat saya bertanya, apakah Persma hanya sekedar mengabarkan yang baik-baik saja perihal kampus? Ketika kampus ada masalah apakah permasalahan tersebut banyak beberapa orang saja yang mengetahui? Kondisi dan lain-lain urusan yang berwenang? Korea Utara sekali dong? , entah, sekarang mereka mampu melawanya atau tidak, berani bersuara atau ngepop terus.
Sebenarnya saya ingin secara Gamblang menyamakan Fakultas mereka dengan Korea Utara tetapi yang saya rasakan adalah pemahaman saya akan sebagaimana persma itu ada dan berada berbeda dengan jalan yang mereka lalui? Mungkin saya tidak dalam pemahaman yang sama dengan mereka saja. Dengan kualitas awak yang luar biasa prestasinya bukankah sangat eman sekali melihat pembahasan mereka? Melihat divisi mereka yang membendakan cetak dan online, saya berharap lebih banyak tulisan setiap hari yang mereka bagikan via media-media sosial dengan link warta mereka, Saya tak menyoal kualitas karena tulisan saya saja masih berantakan. Entah, saya tidak mau membahas jauh tentang mereka lagi, karena saya takut pembahasan saya akan bersifat sangat personal karena tidak diterima sehingga tak bisa berproses bersama awak mereka.
Berbicara tentang turunnya perintah langsung dari yang berwenang, maka sang Nafas Intelektual Mahasiswa pada edisi menyambut mahasiswa terjadi penarikan produk yang dikomandoi oleh oknum dari Rektorat. Perihal Nafas intelektual mahasiswa ini sangat menarik, pernah saya temui komik buatan mereka menyamakkan rektor dan diktator tapi belum ada kabar pemeretelan. Hal ini menarik – karena pendistribusian mereka tingkat universitas –karena kabar tentang Pencabutan SK atau pemotongan dana tak sampai ke timeline line saya. Tak hanya komik, tema mereka yang terus menerus menyerang pada Donatur utama seolah-olah seperti analogi anak SMA yang mbangkang dan hanya di diamkan oleh ibunya karena dirasa tidak penting bahasanya oleh ibunya, tapi pernah di keplak sekali karena kelewat kurang ajar. Kritik demi kritik, dari awak pers lewat tulisan tertuju langsung ke arah Rektorat di lancarkan tapi seolah-olah itu hannyalah tinta kering di atas kertas putih.
Persma yang digadang-gadang Terbaik se-UGM ini memiliki pamor yang cukup tinggi, sebut saja Anda bagian dari mereka maka lawan bicara Anda akan ada yang mlongo bila (ada yang) paham Anda berujar apa. Setiap tulisan yang di garap oleh tim yang terdiri dari beragam latar belakang memberikan cita rasa yang berbeda dengan  cita rasa Persma tingkat fakultas. hukum alam untuk para awak sangat terasa di dalamnya, banyak yang datang dan pergi begitu saja, tetapi Nafas Intelektual ini terus menerus memberikan kualitas produk yang konsisten dengan standar yang cukup memuaskan bagi para awam. Dengan rapat tema yang bisa memakan waktu hari serta rapat evaluasi untuk setiap aspek produknya yang berjam-jam. saya rasa predikat terbaik tidak salah di berikan kepada mereka walau mungkin hanya self proclaim saja.
Apabila Anda berpikir semuanya akan mendapat keplakkan keras dari yang dibahas oleh Persma, Anda salah, ada si refleksi kreatif. Akhir-akhir ini si kuning membahas kampus melulu, mereka selalu menemukan celah di antara kemantapan gedung baru yang ada liftnya. Si refleksi kritis pernah membahas kualitas dosen, Program MPK, serta pemilihan dekan, Dan sampai saat ini si Kuning hanya mendapatkan sindiran berupa kualitas, seperti isi konten tak sepanas dengan Judul Produk oleh wakil Dekan dan Dekan baru mengatakan hal –hal perihal kesopanan. Tapi saya tak tahu menahu perihal masa depan si refleksi kreatif, mungkin akan ada waktunya si refleksi kritis ini akan ke-keplak, ketika kontenya memang menjadi lebih baik dan provokatif mungkin? atau mungkin tertiba ke-keplak lalu Kritis.
Berbicara perihal awak, Persma inilah yang mungkin paling sedikit awaknya. Dengan awak yang sedikit saya terkadang bingung, kenapa ini Persma masih bisa bertahan sampai sekarang. Jangan mulai berbicara perihal Sumber Daya Manusianya, tak akan berhenti tulisan ini membahas SDM-nya saja. Dengan latar belakang akademis yang menuntut untuk berpikir kritis dan komprehensif, tak heran setiap evaluasi selalu menyajikan banyak pertanyaan dan permasalahan EYD karena, ya, mereka adalah tipe mahasiswa yang kadang menjadikan bahasa sebuah permasalahan yang abadi, entah itu adalah hal baik atau buruk.

PASKA KATA


Mungkin masih banyak cerita menarik dan seluk belu yang tak tertulis, tapi pemikiran ketika saya buang air besar ini yang menarik bagi saya secara pribadi karena perbandingan yang sangat luar biasa. Perbandingan antara yang terjamin dan yang entah kenapa masih ada, bahasan trivial sampai analitis kritis. Persma menjanjikan kisah menarik tapi jangan berharap belajar banyak darinya, belajar sendiri biar nemu jati diri karena ya, begitulah, namanya juga hidup

0 comments:

Posting Komentar

Formulir Kontak