Membuka beranda Facebook adalah hal yang lumrah saya lakukan tiap pertama
membuka laptop di lokasi yang terkoneksi internet. Ada banyak hal lalu-lalang
di beranda saya tapi yang menarik perhatian saya adalah sebuah video, dua buah
lebih tepatnya. Video berdurasi di bawah 5 menit tersebut menampilkan Prabowo
Subianto (Capres 2014– red) yang menolak di wawancarai oleh seorang wartawan,
dengan dalih bahwa atasan sang berwenang selalu melakukan framing berita atas dirinya sebagai pribadi yang memiliki
banyak hal negatif dalam hidupnya dan tidak netralnya hasil berita atas
dirinya. Hal tersebut menarik karena keduanya ia sampaikan di depan umum,
melakukan public shaming atas
organisasi yang terkadang dan secara
tidak langsung membangun opini yang bisa membentuk public shaming. Tidak hanya di Indonesia, Presiden baru Amerika,
Donald Trump rupanya juga menolak wawancara dari seorang wartawan CNN dengan
alasan yang sama tapi di sertai dengan kata-kata “perusahaanmu pencipta liputan
palsu.”
Hal ini kembali kepada saya untuk berefleksi bahwa sepertinya pers sendiri
sepertinya memiliki algoritme yang rumit atau mungkin pers sendiri harus
beranggotakan para cenayang sakti dari abad ke-17 yang masih hidup sampai
sekarang, Karena setiap cetakan atau mungkin huruf yang mereka ketik tak bisa
di prediksi arahnya. impact setiap
tulisan bisa saja berimbas biasa seperti kutil yang ada di punggung sampai
mampu menciptakan drama nasional yang di mana memungkinkan setiap tanggal di
kalender terjadi aksi. Setiap tulisan mampu menghantarkan Organisasi Pers
menjadi semakin valid atau di tolak oleh beberapa politisi.
Banyaknya asumsi serta pemikiran waktu luang tersebut mengingatkanku pada satu
tempat yang aku masih berada sampai sekarang, Pers Mahasiswa. Tempat di mana
aku menemukan banyak ilmu baru serta (dengan harapan) waktu luang yang selalu
terisi. Sebuah fasilitas mahasiswa untuk
unjuk taring, berkontribusi menggambarkan suatu hal yang baru serta memberikan
jalan untuk jawaban. Memberikan sudut pandang Kritis terhadap Isu-isu yang
beterbangan bebas. bak lampu, Isu kampus adalah laron, laron yang menghalangi
cahaya lampu.
Kebebasan untuk mengabarkan akan selalu terjamin, tapi kabar akan sebuah
kejelasan langsung dari yang berwenang tak akan bisa diharapkan, tugas Persma
adalah mengupas serta memberikan secercah kejelasan, mentransformasikannya
menjadi sebuah berita. Persma entah kenapa sekarang mulai rada trendi di kalangan Mahasiswa, entah, karena begah dengan
dunianya atau ingin belajar. Kesadaran penuh akan apa yang akan terjadi karena
di kabarkan oleh mahasiswa harus menjadi prioritas, akankah menjadi kontroversi
atau hanya kepuasan hewani. Sehingga pemikiran baru yang muncul dari Persma
adalah suatu hal yang dibutuhkan, karena pengabaran atau kritik dengan ruang
lingkup kampus jarang di bahas lewat surat kabar mainstream.
Ada sebuah cerita dari nafas kapitalis mahasiswa yang cukup menarik. Nafas
kapitalis mahasiswa nyaris di cabut
SK-nya oleh Dekanat karena mengkritik kondisi kampus. Sebuah situasi yang ter
gambarkan dengan “ih, Orde Baru amat ah!” dan sekarang berdasarkan arsip yang
saya baca di sekretariat BPMF Pijar,
nafas kapitalis mahasiswa merubah haluan ke arah yang sedikit berbeda, si merah
sekarang lebih cenderung membahas hal-hal seperti penggunaan Wireless Fidelity di lingkungan fakultas
dan riset dengan tema pengeluaran anak fakultas mereka secara bulanan, lengkap
dengan data uang mereka habis untuk apa. Mungkin kejadiannya sudah terjadi
sebelum saya masuk kuliah tapi hal tersebut seakan menjadi sebuah trauma besar.
Memang awak yang banyak serta pengumuman prestasi awak mereka di akun
ofisial bukanlah segalanya. Melihat gelagat dan geriknya di akun media sosial
terkadang membuat saya bertanya, apakah Persma hanya sekedar mengabarkan yang
baik-baik saja perihal kampus? Ketika kampus ada masalah apakah permasalahan
tersebut banyak beberapa orang saja yang mengetahui? Kondisi dan lain-lain
urusan yang berwenang? Korea Utara sekali dong?
, entah, sekarang mereka mampu melawanya atau tidak, berani bersuara atau ngepop terus.
Sebenarnya saya ingin secara Gamblang menyamakan Fakultas mereka dengan
Korea Utara tetapi yang saya rasakan adalah pemahaman saya akan sebagaimana
persma itu ada dan berada berbeda dengan jalan yang mereka lalui? Mungkin saya
tidak dalam pemahaman yang sama dengan mereka saja. Dengan kualitas awak yang
luar biasa prestasinya bukankah sangat eman
sekali melihat pembahasan mereka? Melihat divisi mereka yang membendakan cetak
dan online, saya berharap lebih
banyak tulisan setiap hari yang mereka bagikan via media-media sosial dengan
link warta mereka, Saya tak menyoal kualitas karena tulisan saya saja masih
berantakan. Entah, saya tidak mau membahas jauh tentang mereka lagi, karena
saya takut pembahasan saya akan bersifat sangat personal karena tidak diterima sehingga
tak bisa berproses bersama awak mereka.
Berbicara tentang turunnya perintah langsung dari yang berwenang, maka sang
Nafas Intelektual Mahasiswa pada edisi menyambut mahasiswa terjadi penarikan
produk yang dikomandoi oleh oknum dari Rektorat. Perihal Nafas intelektual
mahasiswa ini sangat menarik, pernah saya temui komik buatan mereka menyamakkan
rektor dan diktator tapi belum ada kabar pemeretelan. Hal ini menarik – karena
pendistribusian mereka tingkat universitas –karena kabar tentang Pencabutan SK
atau pemotongan dana tak sampai ke timeline
line saya. Tak hanya komik, tema mereka yang terus menerus menyerang pada Donatur
utama seolah-olah seperti analogi anak SMA yang mbangkang dan hanya di diamkan oleh ibunya karena dirasa tidak
penting bahasanya oleh ibunya, tapi pernah di keplak sekali karena kelewat
kurang ajar. Kritik demi kritik, dari awak pers lewat tulisan tertuju langsung
ke arah Rektorat di lancarkan tapi seolah-olah itu hannyalah tinta kering di
atas kertas putih.
Persma yang digadang-gadang Terbaik se-UGM ini memiliki pamor yang cukup tinggi,
sebut saja Anda bagian dari mereka maka lawan bicara Anda akan ada yang mlongo bila (ada yang) paham Anda
berujar apa. Setiap tulisan yang di garap oleh tim yang terdiri dari beragam
latar belakang memberikan cita rasa yang berbeda dengan cita rasa Persma tingkat fakultas. hukum alam untuk
para awak sangat terasa di dalamnya, banyak yang datang dan pergi begitu saja,
tetapi Nafas Intelektual ini terus menerus memberikan kualitas produk yang
konsisten dengan standar yang cukup memuaskan bagi para awam. Dengan rapat tema
yang bisa memakan waktu hari serta rapat evaluasi untuk setiap aspek produknya
yang berjam-jam. saya rasa predikat terbaik tidak salah di berikan kepada
mereka walau mungkin hanya self proclaim saja.
Apabila Anda berpikir semuanya akan mendapat keplakkan keras dari yang dibahas oleh Persma, Anda salah, ada si
refleksi kreatif. Akhir-akhir ini si kuning membahas kampus melulu, mereka
selalu menemukan celah di antara kemantapan gedung baru yang ada liftnya. Si
refleksi kritis pernah membahas kualitas dosen, Program MPK, serta pemilihan
dekan, Dan sampai saat ini si Kuning hanya mendapatkan sindiran berupa
kualitas, seperti isi konten tak sepanas dengan Judul Produk oleh wakil Dekan dan
Dekan baru mengatakan hal –hal perihal kesopanan. Tapi saya tak tahu menahu
perihal masa depan si refleksi kreatif, mungkin akan ada waktunya si refleksi
kritis ini akan ke-keplak, ketika kontenya memang menjadi lebih baik dan provokatif
mungkin? atau mungkin tertiba ke-keplak lalu Kritis.
Berbicara perihal awak, Persma inilah yang mungkin paling sedikit awaknya.
Dengan awak yang sedikit saya terkadang bingung, kenapa ini Persma masih bisa
bertahan sampai sekarang. Jangan mulai berbicara perihal Sumber Daya
Manusianya, tak akan berhenti tulisan ini membahas SDM-nya saja. Dengan latar
belakang akademis yang menuntut untuk berpikir kritis dan komprehensif, tak
heran setiap evaluasi selalu menyajikan banyak pertanyaan dan permasalahan EYD
karena, ya, mereka adalah tipe mahasiswa yang kadang menjadikan bahasa sebuah
permasalahan yang abadi, entah itu adalah hal baik atau buruk.
PASKA KATA
Mungkin masih banyak cerita menarik dan seluk belu yang tak tertulis, tapi
pemikiran ketika saya buang air besar ini yang menarik bagi saya secara pribadi
karena perbandingan yang sangat luar biasa. Perbandingan antara yang terjamin
dan yang entah kenapa masih ada, bahasan trivial sampai analitis kritis. Persma
menjanjikan kisah menarik tapi jangan berharap belajar banyak darinya, belajar
sendiri biar nemu jati diri karena
ya, begitulah, namanya juga hidup
0 comments:
Posting Komentar