Seharian saya menutup emosis saya, membiarkan siapa saja dalam diri saya yang mengendaikan emosi wajah dan suara. "bukan kenapa-napa" saya selalu mejawab ketika di tanya ada apa. menyebalkan memang melihat orang yang selalu bercanda tersenyum dan lain sebagainya tetiba diam termenung memberikan tatapan kosong pada siapa saja yang menyapa ataupun melihat. bukan karena playlist yang akhir-akhir ini saya dengaran, bukan karena saya yang merasa hidup saya bak lirik pop-Punk PeeWeeGaskins ( walaupun ada beberapa yang cocok dalam hidup saya seperti https://www.youtube.com/watch?v=_VZncSAYlVE (waktupun Menjawab) dan https://www.youtube.com/watch?v=O3Y5ibGj4Nw&list=PLFFMxAAFwL2FH4-SjQDP28tQQAGZ5DFVt (satir sarkas)) dan AVA atau banyak macamnya yang mengiri penantian 1,5 semester tapi sudah tidak lagi tapi karena sebuah pesan oleh seorang teman yang mengatakan sebuah realitas sebenarnya tentang apa yang saya alami.
saya lemah dan saya selalu menutupunyi dengan senyuman dan tertawaan. saya lemah dan saya selalu mengulang kesalahan, bukan arena ingin terlihat dominan tai karena saya tak ada lawakan aneh. saya lemah dan saya benci menjadi dominan (maso dah cukup) saya lemah dan harus saya akui saya memang lemah, sangat lemah, temperamental sensitif dan banyak omong kosong lainya. saya mengaki itu. saya lemah, ecundnag, gendut, perokok, dan obsesi dengan rasa sakit
bangsat memang, saya bukan siapa-siapa. saya hanya tertarik filsafat india yang selalu saya baca tanpa saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. menolak memberikan ilmu gratis kecuali saya memang di minta atau di tanya. manusia dengan mulut tak berfilter
saya seharian menutup semua itu menjadikan emosi saya hanyah warna hitam, saya bosan, terima kasih sudah mengingatkan, terima kasih, karena saya sekarang berusaha menulis garis, terima kasih
Rabu, 16 Maret 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar